KUMPULAN HUMOR GUS DUR

| komentar


1. MENYENGSARAKAN ANGGOTA DPR

SUATU hari di negara antah berantah, muncul suatu kebijakan baru yang belum pernah dilakukan sebelumnya di negara lain.

Kebijakan itu yakni, setiap orang yang berstatus wakil dinaikkan pangkatnya. Wakil presiden jadi presiden, wakil direktur menjadi direktur, wakil komandan menjadi komandan wakil gubernur menjadi gubernur, wakil RT menjadi ketua RT dan seterusnya. Yang penting dalam program ini tidak ada penggusuran posisi. Perkara ada posisi ganda, itu bisa diatur dalam pembagian tugasnya.

Masalah pembengkakan anggaran, semua ditanggung oleh negara. Sesudah mantap dengan rencana itu, diajukanlah program ini ke DPR untuk mendapatkan persetujuan mereka. Ternyata mereka menolak. Betul-betul menolak keras. Bahkan, ditolak mentah-mentah dengan sangat keras.

Alasannya, program ini menyengsarakan anggota DPR. Bayangkan, mereka akan berubah status dari wakil rakyat menjadi rakyat.

2. NYEBUT BANG…….. !

PENAMPILAN Gus Dur ketika memberikan pengantar pidato kenegaraan menyambut HUT ke-55 Kemerdekaan RI di Sidang Paripurna DPR Agustus 2000, jauh berbeda dibanding saat ia hadir di tempat yang sama untuk menjawab interpelasi DPR. Kali ini dia tampak tegang. Wajahnya agak cemberut.

Namun segala ketegangan akhirnya cair juga. Para anggota DPR malah beberapa kali dibuat terpingkal-pingkal oleh guyonannya.

Di tengah-tengah pidato tanpa teks itu, Gus Dur bercerita tentang seorang kondektur bus asal Sumatera Utara yang bergelantungan di pintu bus. Ketika bus melaju kencang, rupanya sopir bus tak tahu kalau sang kondektur terjatuh kesenggol bus lain. Sang kondektur pun jatuh tersungkur. Kepalanya langsung membentur jalan dan retak. Napasnya sudah Senin Kemis terputus-putus.

Saat itulah datang seorang Betawi yang mencoba menolong kondetktur yang sekarat itu.

“Bang nyebut bang, nyebut,” katanya sambil mendekatkan mulutnya ke telinga kanan kondektur itu.

Maksud orang Betawi ini, agar kondektur yang sekarat tadi menyebut kalimat Syahadat La ilaha ilallah, sebelum meninggal. Tapi karena kondektur tadi bukan orang Islam, dia mengaitkan permintaan nyebut tadi dengan profesinya.

Maka sesaat sebelum menghembuskan napas terakhirnya, sang kondektur tadi sempat menyebut, “Blo..M-Depo….Blo M-Depo…”

3. JIHAD DAN JAHID

AMBON bergejolak. Kerusuhan belum juga reda setelah dua tahun berlangsung. Sebagian masyarakat pun berdemonstrasi di depan Istana Presiden.

Presiden kala itu dijabat oleh Gus Dur, yang telah wafat pada 30 Desember 2009.

Mereka dengan mengatasnamakan kepentingan umat Islam, meminta pemerintah segera menyelesaikan kasus Maluku, yang belum juga tampak tanda-tanda akan reda. Mereka mengancam, kalau pemerintah tidak tidak bisa bisa menyelesaikan kasus itu, mereka akan pergi berjihad ke kota di Indonesia Timur itu.

Melihat massa yang berdemonstrasi begitu banyak, di depan Istana pula, Gus Dur mempersilakan wakil mereka untuk berdialog di dalam Istana.

Dalam dialog yang berlangsung, rupanya titik temu sulit tercapai. Bahkan sesekali terdengar suara keras dari luar ruangan tempat pembicara mereka. Rupanya demonstran bersikeras akan tetap berjihad ke Ambon.

Pertemuan yang hanya berlangsung beberapa menit itu, lantaran tegangnya suasana, akhirnya bubar tanpa kesepakatan tanpa apa-apa.

Dua hari kemudian, kepada sejumlah tamu yang berkunjung ke Istana. Presiden Gus Dur menceritakan peristiwa itu. Dia lalu menyatakan, pemerintah akan bertindak tegas.

“Saya tidak perduli,” tandas Gus Dur.

“Yang Kristen kek, yang Islam kek , kalau menggagu keamanan akan kita tindak. Mau jihad kek, mau jahid kek, kalau mengganggu akan ditangkap!”

Para tamunya hanya terngaga saja, tak sempat bertanya. Mestinya mereka boleh tanya, “Kalau jihad sih kita sudah paham. Tapi jahid itu apa artinya Gus?

4. TK ABDURRAHMAN WAHID

SETELAH Gus Dur meninggal dunia, banyak pihak yang mengusulkan agar namanya diabadikan sebagai nama antara lain pada universitas, museum, nama jalan. Hal ini sebagai bentuk apresiasi atas jasa-jasa mantan Presiden RI tersebut.

Misalnya Universitas Abdurrahman Wahid di Jakarta, Museum Gus Dur di Jombang, Jalan Abdurrahman Wahid di Surabya, serta Wahid Institute.

Maraknya perbincangan itu membuat pengurus LTMI PBNU Mukhlas teringat dengan humor Gus Dur waktu berkunjung ke Jombang.

Di tempat kelahirannya itu, kata Mukhlas, Gus Dur pernah bercerita bahwa nama kakeknya telah diabadikan menjadi nama universitas, yaitu Institut Keislaman Hasyim Asy’ari (IKAHA) Tebuireng.

Sementara nama ayahnya telah diabadikan menjadi nama SMA A. Wahid Hasyim Tebuireng dan SMP A. Wahid Hasyim. Nah berarti saya nanti cuma kebagian TK Abdurrahman Wahid, ujar Gus Dur, seperti ditirukan Mukhlas.

5. GUS DUR DAN MEGAWATI TERNYATA SAUDARA LHO….

DALAM dialog TVRI, yang dipandu Garin Nugroho dan Usi Karundeng, saat menjabat sebagai presiden, Gus Dur ditanya tentang hubungannya yang memburuk dengan Megawati. Gus Dur pun membantahnya.

Sebab, kata dia, dirinya dan Megawati masih kerabat cukup dekat. Loh ini benar-benar berita baru. Dari mana asal-usul hubungan kekerabatnnya itu?

“Lah Megawati itu kan anaknya Bung Karno,” jawab Gus Dur, tentu semua orang sudah tahu. “Lah Bung Karno itu siapa? Kan keturunan Raden Patah (Raja pertama kerajaan Islam Demak) Saya sendiri siapa? Saya ini keturunan adiknya Raden Patah,” imbuhnya.

Tentu saja pernyataan ini membuat pekerjaan besar para sejarahwan Indonesia, untuk mengecek kebenaran info dari Gus Dur itu. Yang jelas jajaran Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sendiri sungguh tak paham ihwal hubungan darah Gus Dur dan Megawati ini.

Seorang tokoh PKB, saat ditanya wartawan di Gedung DPR sambil mengangkat tangan mengaku, “Wah soal ini saya tidak tahu menahu,” dan buru-buru melangkah pergi, khawatir diminta penjelasan mengenai ketidaktahuannya itu.

6. JANGAN DIMASUKIN AKAL, TAPI MASUKIN KERTAS DONK…..

CERITA ini sudah lama, sewaktu Almarhum Gus Dur masih menjabat sebagai orang nomor satu di PBNU. Kantor PBNU waktu itu baru saja dilengkapi dengan mesin faksimili.

Hari itu, Arifin Junaidi (Wakil Sekjen PBNU kala itu) tengah memperagakan cara mengirim faksimili di depan Gus Dur. Di saat bersamaan mantan Presiden RI keempat ini kedatangan seorang rekannya. Mereka bertiga jadi memperhatikan mesin canggih itu.

“Loh ngirim tulisan pakai mesin ini apa bisa diterima persis di sana?” tanya rekan Gus Dur terheran-heran.

Arifin menjawab yakin, “Lah iya no!”

Setelah Arifin memfaksimili, tiba-tiba ada faks masuk. Mendengar bunyi dan masuknya faks itu membuat rekan Gus Dur semakin kagum saja.

“Wah mesin faks ini memang luar biasa, nggak masuk di akal ya,” komentar rekan Gus Dur itu sambil geleng-geleng kepala.

Spontan Gus Dur langsung nyeletuk, “Ya jangan dimasukkin akal dong, dimasukin kertas to yo,” jawab ringan Gus Dur menggunakan dialek Jawa.

7. OOOOOOH….. INTERNET

Suatu kali ada Kiai Madura yang membanggakan pembangunan pesantrennya kepada Gus Dur.

“Wah.. pesantren saya sudah jadi. Lengkap, bangunannya luas, bertingkat.” Katanya dengan wajah bangga. “Kapan-kapan Gus Dur harus ke sana. Soalnya sudah lengkap dengan eternit!” tambahnya.

“Eternit?” tanya Gus Dur sambil berfikir, setiap bangunan kan memang perlu eternit.

“Payah moso enggak ngerti. Itu loh yang pakai komputer…!”

“Ohhh.. internet,” jawab Gus Dur bersama-sama beberapa orang yang hadir sambil tertawa.

Dokter Paling Terkenal di AS Memeluk Islam

| komentar



Dr Oz
REPUBLIKA.CO.ID, Penonton acara talk showpopuler Amerika, The Oprah Winfrey Show, pasti sudah tidak asing pada sosok Dokter Oz. Dialah seorang dokter yang kerap mengisi tema kesehatan di acara talk show paling populer di dunia itu.

Selain di acara Oprah, Oz juga kerap mengisi acara Larry King Live. Sejak tahun 2009, Dokter Oz memiliki program acara televisi yang diproduksi Harpo Productions dengan judul The Dr Oz Show.

Namun, tahukah anda siapa sosok sebenarnya dari dokter paling terkenal di Amerika saat ini tersebut? Dr Oz memiliki nama lengkap Dr Mehmet Cengiz Oz. Dia adalah ahli bedah jantung dari Harvard University.

Dari namanya, orang bisa menebak bahwa Oz alias Mehmet memiliki darah Turki. Ibunya bernama Suna dan berayahkan Mustafa Oz. Keduanya merupakan orang terpandang di Turki. Ayah dan ibu Oz kemudian menyebrang ke Amerika pada 1955. Lima tahun berselang, lahirlah Oz.

Dalam sebuah wawancara yang dilansir The Root, Oz mengungkapkan bahwa sejak kecil dirinya didik oleh dua gaya muslim berbeda. "Saya dididik oleh ibu yang Islam sekuler, Namun ayah saya sangat teguh memegang prinsip Islam," ujarnya.

Hingga kini, dia mengaku masih memeluk Islam. Oz mengatakan bahwa gaya sufi islam sangat mempengaruhi dirinya. Kendati menjadi dokter paling terkenal di Amerika saat ini, Oz tidak lantas melupakan identitasnya sebagai seorang Turki.

Oz bahkan tetap mempertahankan kewarganegaraan Turkinya bersama statusnya sebagai seorang Amerika. Saking cintanya pada Turki, Oz rela menjadi sukarelawan sebagai tenaga kesehatan di militer Turki

SYEKH JA'FAR AL-BARZANJI dan KITAB MAULID AL-BARZANJI

| komentar

Siapa tak kenal Maulid Barzanji? Inilah salah satu kitab Maulid yang popularitasnya dapat dikatakan merata di berbagai belahan dunia Islam. Ia dibaca orang di mana-mana. Wajar jika, hingga ke pelosok-pelosok, orang tahu Maulid ini. Meskipun Maulid-maulid lain juga banyak dibaca di mana-mana, baik yang sebelumnya atau sesudahnya, tetap saja kemasyhuran Maulid ini selalu terjaga.

Salah satu kelebihan Maulid Barzanji adalah kandungannya mengisahkan secara mendetail perjalanan hidup Rasulullah SAW sejak sebelum lahir hingga wafatnya. Bahasanya pun sangat indah, tetapi tidak sulit untuk menghafalkannya. Di beberapa daerah, orang membacanya tanpa melihat naskahnya, karena banyak yang hafal. Itu menunjukkan perhatian orang yang besar terhadap Maulid Barzanji.

Kitab Al-Barzanji ditulis dengan tujuan untuk meningkatkan kecintaan kepada Rasulullah SAW dan meningkatkan gairah umat. Dalam kitab itu riwayat Nabi saw dilukiskan dengan bahasa yang indah dalam bentuk puisi dan prosa (nasr) dan kasidah yang sangat menarik. Dalam Barzanji diceritakan bahwa kelahiran kekasih Allah ini ditandai dengan banyak peristiwa ajaib yang terjadi saat itu, sebagai genderang tentang kenabiannya dan pemberitahuan bahwa Nabi Muhammad adalah pilihan Allah.

Secara sederhana kita dapat mengatakan bahwa karya Ja’far Al-Barzanji merupakan biografi puitis Nabi Muhammad saw. Dalam garis besarnya, karya ini terbagi dua: ‘Natsar’ dan ‘Nadhom’. Bagian Natsar terdiri atas 19 sub bagian yang memuat 355 untaian syair, dengan mengolah bunyi “ah” pada tiap-tiap rima akhir. Seluruhnya menurutkan riwayat Nabi Muhammad saw, mulai dari saat-saat menjelang beliau dilahirkan hingga masa-masa tatkala paduka mendapat tugas kenabian. Sementara, bagian Nadhom terdiri atas 16 sub bagian yang memuat 205 untaian syair, dengan mengolah rima akhir “nun”.

Dalam untaian prosa lirik atau sajak prosaik itu, terasa betul adanya keterpukauan sang penyair oleh sosok dan akhlak Sang Nabi. Dalam bagian Nadhom misalnya, antara lain diungkapkan sapaan kepada Nabi pujaan” Engkau mentari, Engkau rebulan dan Engkau cahaya di atas cahaya“.

Mengenal Pengarang Maulid Al-Barzanji
Sayyid Ja‘far bin Hasan bin ‘Abdul Karim bin Muhammad bin Rasul Al-Barzanji, pengarang Maulid Barzanji, adalah seorang ulama besar keturunan Nabi SAW dari keluarga Sadah Al-Barzanji yang termasyhur, berasal dari Barzanj di Irak. Beliau lahir di Madinah Al-Munawwarah pada tahun 1126 H (1714 M). Datuk-datuk Sayyid Ja‘far semuanya ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan amalnya, keutamaan dan keshalihannya.

Sayyid Muhammad bin ‘Alwi bin ‘Abbas Al-Maliki dalam Hawl al-Ihtifal bi Dzikra al-Mawlid an-Nabawi asy-Syarif pada halaman 99 menulis sebagai berikut:
“Al-Allamah Al-Muhaddits Al-Musnid As- Sayyid Ja`far bin Hasan bin `Abdul Karim Al-Barzanji adalah mufti Syafi`iyyah di Madinah Al-Munawwarah. Terdapat perselisihan tentang tahun wafatnya. Sebagian menyebutkan, beliau meninggal pada tahun 1177 H (1763 M). Imam Az-Zubaid dalam al-Mu`jam al-Mukhtash menulis, beliau wafat tahun 1184 H (1770 M). Imam Az-Zubaid pernah berjumpa beliau dan menghadiri majelis pengajiannya di Masjid Nabawi yang mulia. Beliau adalah pengarang kitab Maulid yang termasyhur dan terkenal dengan nama Mawlid al-Barzanji. Sebagian ulama menyatakan nama karangannya tersebut sebagai ‘Iqd al-Jawhar fi Mawlid an-Nabiyyil Azhar.

Kitab Maulid karangan beliau ini termasuk salah satu kitab Maulid yang paling populer dan paling luas tersebar ke pelosok negeri Arab dan Islam, baik di Timur maupun Barat. Bahkan banyak kalangan Arab dan non-Arab yang menghafalnya dan mereka membacanya dalam acara-acara (pertemuan-pertemuan) keagamaan yang sesuai. Kandungannya merupakan khulashah (ringkasan) sirah nabawiyyah yang meliputi kisah kelahiran beliau, pengutusannya sebagai rasul, hijrah, akhlaq, peperangan, hingga wafatnya.”

Kitab Mawlid al-Barzanji ini telah disyarahkan oleh Al-Allamah Al-Faqih Asy-Syaikh Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al-Maliki Al-Asy‘ari Asy-Syadzili Al-Azhari yang terkenal dengan panggilan Ba‘ilisy dengan pensyarahan yang memadai, bagus, dan bermanfaat, yang dinamakan al-Qawl al-Munji ‘ala Mawlid al-Barzanji dan telah berulang kali dicetak di Mesir. Beliau seorang ulama besar keluaran Al-Azhar Asy-Syarif, bermadzhab Maliki, mengikuti paham Asy‘ari, dan menganut Thariqah Syadziliyyah. Beliau lahir pada tahun 1217 H (1802 M) dan wafat tahun 1299 H (1882 M).

Selain itu, ulama terkemuka kita yang juga terkenal sebagai penulis yang produktif, Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani Al-Jawi, pun menulis syarahnya yang dinamakannya Madarijush Shu‘ud ila Iktisa-il Burud. Kemudian, Sayyid Ja‘far bin Isma‘il bin Zainal ‘Abidin bin Muhammad Al- Hadi bin Zain, suami anak satu-satunya Sayyid Ja‘far Al-Barzanji, juga menulis syarah kitab Mawlid al-Barzanji tersebut yang dinamakannya al-Kawkabul-Anwar ‘ala ‘Iqd al-Jawhar fi Mawlidin-Nabiyyil-Azhar. Sebagaimana mertuanya, Sayyid Ja‘far ini juga seorang ulama besar lulusan Al-Azhar Asy-Syarif dan juga seorang mufti Syafi‘iyyah. Karangankarangan beliau banyak, di antaranya Syawahid al-Ghufran ‘ala Jaliy al-Ahzan fi Fadha-il Ramadhan, Mashabihul Ghurar ‘ala Jaliyyil Qadr, dan Taj al-Ibtihaj ‘ala Dhau’ al-Wahhaj fi al-Isra’ wa al-Mi‘raj.

Beliau pun menulis manaqib yang menceritakan perjalanan hidup Sayyid Ja‘far Al-Barzanji dalam
kitabnya ar-Raudh al-‘Athar fi Manaqib as-Sayyid Ja‘far.

Kembali kepada Sayyidi Ja‘far Al-Barzanji. Selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut. Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlaq, dan taqwanya, tetapi juga karena karamah dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdoa untuk mendatangkan hujan pada musim-musim kemarau. Diceritakan, suatu ketika di musim kemarau, saat beliau sedang menyampaikan khutbah Juma’tnya, seseorang meminta beliau beristisqa’ memohon hujan. Maka dalam khutbahnya itu beliau pun berdoa memohon hujan. Doanya terkabul dan hujan terus turun dengan lebatnya hingga seminggu, persis sebagaimana yang pernah terjadi pada zaman Rasulullah SAW dahulu. Sayyidi Ja‘far Al-Barzanji wafat di Madinah dan dimakamkan di Jannatul Baqi‘. Sungguh besar jasa beliau. Karangannya membawa umat ingat kepada Nabi SAW, membawa umat mengasihi beliau, membawa umat merindukannya.

Sayyid Ja’far Al-Barzanji adalah seorang ulama’ besar keturunan Nabi Muhammad saw dari keluarga Sa’adah Al Barzanji yang termasyur, berasal dari Barzanj di Irak. Datuk-datuk Sayyid Ja’far semuanya ulama terkemuka yang terkenal dengan ilmu dan amalnya, keutamaan dan keshalihannya. Beliau mempunyai sifat dan akhlak yang terpuji, jiwa yang bersih, sangat pemaaf dan pengampun, zuhud, amat berpegang dengan Al-Quran dan Sunnah, wara’, banyak berzikir, sentiasa bertafakkur, mendahului dalam membuat kebajikan bersedekah,dan pemurah. Nama nasabnya adalah Sayid Ja’far ibn Hasan ibn Abdul Karim ibn Muhammad ibn Sayid Rasul ibn Abdul Sayid ibn Abdul Rasul ibn Qalandar ibn Abdul Sayid ibn Isa ibn Husain ibn Bayazid ibn Abdul Karim ibn Isa ibn Ali ibn Yusuf ibn Mansur ibn Abdul Aziz ibn Abdullah ibn Ismail ibn Al-Imam Musa Al-Kazim ibn Al-Imam Ja’far As-Sodiq ibn Al-Imam Muhammad Al-Baqir ibn Al-Imam Zainal Abidin ibn Al-Imam Husain ibn Sayidina Ali r.a.

Semasa kecilnya beliau telah belajar Al-Quran dari Syaikh Ismail Al-Yamani, dan belajar tajwid serta membaiki bacaan dengan Syaikh Yusuf As-So’idi dan Syaikh Syamsuddin Al-Misri.Antara guru-guru beliau dalam ilmu agama dan syariat adalah : Sayid Abdul Karim Haidar Al-Barzanji, Syeikh Yusuf Al-Kurdi, Sayid Athiyatullah Al-Hindi. Sayid Ja’far Al-Barzanji telah menguasai banyak cabang ilmu, antaranya: Shoraf, Nahwu, Manthiq, Ma’ani, Bayan, Adab, Fiqh, Usulul Fiqh, Faraidh, Hisab, Usuluddin, Hadits, Usul Hadits, Tafsir, Hikmah, Handasah, A’rudh, Kalam, Lughah, Sirah, Qiraat, Suluk, Tasawuf, Kutub Ahkam, Rijal, Mustholah.

Syaikh Ja’far Al-Barzanji juga seorang Qodhi (hakim) dari madzhab Maliki yang bermukim di Madinah, merupakan salah seorang keturunan (buyut) dari cendekiawan besar Muhammad bin Abdul Rasul bin Abdul Sayyid Al-Alwi Al-Husain Al-Musawi Al-Saharzuri Al-Barzanji (1040-1103 H / 1630-1691 M), Mufti Agung dari madzhab Syafi’i di Madinah. Sang mufti (pemberi fatwa) berasal dari Shaharzur, kota kaum Kurdi di Irak, lalu mengembara ke berbagai negeri sebelum bermukim di Kota Sang Nabi. Di sana beliau telah belajar dari ulama’-ulama’ terkenal, diantaranya Syaikh Athaallah ibn Ahmad Al-Azhari, Syaikh Abdul Wahab At-Thanthowi Al-Ahmadi, Syaikh Ahmad Al-Asybuli. Beliau juga telah diijazahkan oleh sebahagian ulama’, antaranya : Syaikh Muhammad At-Thoyib Al-Fasi, Sayid Muhammad At-Thobari, Syaikh Muhammad ibn Hasan Al A’jimi, Sayid Musthofa Al-Bakri, Syaikh Abdullah As-Syubrawi Al-Misri.

Syaikh Ja’far Al-Barzanji, selain dipandang sebagai mufti, beliau juga menjadi khatib di Masjid Nabawi dan mengajar di dalam masjid yang mulia tersebut. Beliau terkenal bukan saja karena ilmu, akhlak dan taqwanya, tapi juga dengan kekeramatan dan kemakbulan doanya. Penduduk Madinah sering meminta beliau berdo’a untuk hujan pada musim-musim kemarau.

Setiap kali karangannya dibaca, shalawat dan salam dilatunkan buat junjungan kita Nabi Muhammad SAW, selain itu juga tidak lupa mendoakan Sayyid Ja‘far, yang telah berjasa menyebarkan keharuman pribadi dan sirah kehidupan makhluk termulia di alam raya. Semoga Allah meridhainya dan membuatnya ridha.

SYEKH IHSAN BIN DAHLAN JAMPES KEDIRI

| komentar

SYEKH IHSAN SANG PELITA DUNIA

Salah satu ulama yang paling berpengaruh dalam penyebaran ajaran Islam di wilayah nusantara pada abad ke-19 (awal abad ke-20) adalah Syekh Ihsan Muhammad Dahlan al-Jampesi. Namun, namanya lebih dikenal sebagai pengasuh Pondok Pesantren Jampes (kini Al Ihsan Jampes) di Dusun Jampes, Desa Putih, Kecamatan Gampengrejo, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Namanya makin terkenal setelah kitab karangannya Siraj Al-Thalibin menjadi bidang ilmu yang dipelajari hingga perguruan tinggi, seperti Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir. Dan, dari karyanya ini pula, ia dikenal sebagai seorang ulama sufi yang sangat hebat.

Semasa hidupnya, Kiai dari Dusun Jampes ini tidak hanya dikenal sebagai ulama sufi. Tetapi, ia juga dikenal sebagai seorang yang ahli dalam bidang ilmu-ilmu falak, fikih, hadis, dan beberapa bidang ilmu agama lainnya. Karena itu, karya-karya tulisannya tak sebatas pada bidang ilmu tasawuf dan akhlak semata, tetapi hingga pada persoalan fikih.

Dilahirkan sekitar tahun 1901, Syekh Ihsan al-Jampesi adalah putra dari seorang ulama yang sejak kecil tinggal di lingkungan pesantren. Ayahnya KH Dahlan bin Saleh dan ibunya Istianah adalah pendiri Pondok Pesantren (Ponpes) Jampes. Kakeknya adalah Kiai Saleh, seorang ulama asal Bogor, Jawa Barat, yang masa muda hingga akhir hayatnya dihabiskan untuk menimba ilmu dan memimpin pesantren di Jatim.

Kiai Saleh sendiri, dalam catatan sejarahnya, masih keturunan dari seorang sultan di daerah Kuningan (Jabar) yang berjalur keturunan dari Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati Cirebon, salah seorang dari sembilan wali penyebar agama Islam di Tanah Air.

Sedangkan, ibunya adalah anak dari seorang kiai Mesir, tokoh ulama di Pacitan yang masih keturunan Panembahan Senapati yang berjuluk Sultan Agung, pendiri Kerajaan Mataram pada akhir abad ke-16.

Keturunan Syekh Ihsan al-Jampesi mengenal sosok ulama yang suka menggeluti dunia tasawuf itu sebagai orang pendiam. Meski memiliki karya kitab yang berbobot, namun ia tak suka publikasi. Hal tersebut diungkap KH Abdul Latief, pengasuh Ponpes Jampes sekaligus cucu dari Syekh Ihsan al-Jampesi.

MEMBACA DAN MENULIS

Semenjak muda, Syekh Ihsan al-Jampesi terkenal suka membaca. Ia memiliki motto (semboyan hidup), ‘Tiada Hari tanpa Membaca’. Buku-buku yang dibaca beraneka ragam, mulai dari ilmu agama hingga yang lainnya, dari yang berbahasa Arab hingga bahasa Indonesia.

Seiring kesukaannya menyantap aneka bacaan, tumbuh pula hobi menulis dalam dirinya. Di waktu senggang, jika tidak dimanfaatkan untuk membaca, diisi dengan menulis atau mengarang. Naskah yang ia tulis adalah naskah-naskah yang berisi ilmu-ilmu agama atau yang bersangkutan dengan kedudukannya sebagai pengasuh pondok pesantren.

Pada tahun 1930, Syekh Ihsan al-Jampesi menulis sebuah kitab di bidang ilmu falak (astronomi) yang berjudul Tashrih Al-Ibarat , penjabaran dari kitab Natijat Al-Miqat karangan KH Ahmad Dahlan, Semarang. Selanjutnya, pada 1932, ulama yang di kala masih remaja menyukai pula ilmu pedalangan ini juga berhasil mengarang sebuah kitab tasawuf berjudul Siraj Al-Thalibin .Kitab Siraj Al-Thalibin ini di kemudian hari mengharumkan nama Ponpes Jampes dan juga bangsa Indonesia.

Tahun 1944, beliau mengarang sebuah kitab yang diberi judul Manahij Al-Amdad , penjabaran dari kitab Irsyad Al-Ibad Ilaa Sabili al-Rasyad karya Syekh Zainuddin Al-Malibari (982 H), ulama asal Malabar, India. Kitab setebal 1036 halaman itu sayangnya hingga sekarang belum sempat diterbitkan secara resmi.

Selain Manahij Al-Amdad , masih ada lagi karya-karya pengasuh Ponpes Jampes ini. Di antaranya adalah kitab Irsyad Al-Ikhwan Fi Syurbati Al-Qahwati wa Al-Dukhan , sebuah kitab yang khusus membicarakan minum kopi dan merokok dari segi hukum Islam.

Kitab yang berjudul Irsyad al-Ikhwan fi Syurbati al-Qahwati wa al-Dukhan(kitab yang membahas kopi dan rokok) ini tampaknya ada kaitannya dengan pengalaman hidupnya saat masih remaja.

Di kisahkan, sewaktu muda, Syekh Ihsan terkenal bandel. Orang memanggilnya ‘Bakri’. Kegemarannya waktu itu adalah menonton wayang sambil ditemani segelas kopi dan rokok. Kebiasannya ini membuat khawatir pihak keluarga karena Bakri akan terlibat permainan judi. Kekhawatiran ini ternyata terbukti. Bakri sangat gemar bermain judi, bahkan terkenal sangat hebat. Sudah dinasihati berkali-kali, Bakri tak juga mau menghentikan kebiasan buruknya itu.

Hingga suatu hari, ayahnya mengajak dia berziarah ke makam seorang ulama bernama KH Yahuda yang juga masih ada hubungan kerabat dengan ayahnya. Di makam tersebut, ayahnya berdoa dan memohon kepada Allah agar putranya diberikan hidayah dan insaf. Jika dirinya masih saja melakukan perbuatan judi tersebut, lebih baik ia diberi umur pendek agar tidak membawa mudharat bagi umat dan masyarakat.

Selepas berziarah itu, suatu malam Syekh Ihsan (Bakri) bermimpi didatangi seseorang yang berwujud seperti kakeknya sedang membawa sebuah batu besar dan siap dilemparkan ke kepalanya.”Hai cucuku, kalau engkau tidak menghentikan kebiasaan burukmu yang suka berjudi, aku akan lemparkan batu besar ini ke kepalamu,” kata kakek tersebut.

Ia bertanya dalam hati, ”Apa hubungannya kakek denganku? Mau berhenti atau terus, itu bukan urusan kakek,” timpal Syekh Ihsan.Tiba tiba, sang kakek tersebut melempar batu besar tersebut ke kepala Syekh Ihsan hingga kepalanya pecah. Ia langsung terbangun dan mengucapkan istighfar. ”Ya Allah, apa yang sedang terjadi. Ya Allah, ampunilah dosaku.”

Sejak saat itu, Syekh Ihsan menghentikan kebiasaannya bermain judi dan mulai gemar menimba ilmu dari satu pesantren ke pesantren lainnya di Pulau Jawa. Mengambil berkah dan restu dari para ulama di Jawa, seperti KH Saleh Darat (Semarang), KH Hasyim Asyari (Jombang), dan KH Muhammad Kholil (Bangkalan, Madura).

Tawaran Raja Mesir

Di antara kitab-kitab karyanya, yang paling populer dan mampu mengangkat nama hingga ke mancanegara adalah Siraj Al-Thalibin . Bahkan, Raja Faruk yang sedang berkuasa di Mesir pada 1934 silam pernah mengirim utusan ke Dusun Jampes hanya untuk menyampaikan keinginannya agar Syekh Ihsan al-Jampesi bersedia diperbantukan mengajar di Universitas Al Azhar, Kairo, Mesir.

Namun, beliau menolak dengan halus permintaan Raja Faruk lewat utusannya tadi dengan alasan ingin mengabdikan hidupnya kepada warga pedesaan di Tanah Air melalui pendidikan Islam.
Dan, keinginan Syekh Ihsan al-Jampesi tersebut terwujud dengan berdirinya sebuah madrasah dalam lingkungan Ponpes Jampes di tahun 1942. Madrasah yang didirikan pada zaman pendudukan Jepang itu diberi nama Mufatihul Huda yang lebih dikenal dengan sebutan ‘MMH’ (Madrasah Mufatihul Huda).

Di bawah kepemimpinannya, Ponpes Jampes terus didatangi para santri dari berbagai penjuru Tanah Air untuk menimba ilmu. Kemudian, dalam perkembangannya, pesantren ini pun berkembang dengan didirikannya bangunan-bangunan sekolah setingkat tsanawiyah dan aliyah. Dedikasinya terhadap pendidikan Islam di Tanah Air terus ia lakukan hingga akhir hayatnya pada 15 September 1952.

Siraj Al-Thalibin, Kitab yang Sarat dengan Ilmu Tasawuf

Umat Muslim yang pernah menuntut ilmu agama di pesantren tentu pernah mendengar atau bahkan memiliki sebuah buku berbahasa Arab berjudul Siraj al-Thalibin karya Syekh Ihsan Dahlan al-Jampesi. Kitab tersebut merupakan syarah Minhaj Al-Abidin karya Imam Al-Ghazali, seorang ulama dan filsuf besar di masa abad pertengahan.

Kitab Siraj al-Thalibin disusun pada tahun 1933 dan diterbitkan pertama kali pada 1936 oleh penerbitan dan percetakan An Banhaniyah milik Salim bersaudara (Syekh Salim bin Sa’ad dan saudaranya Achmad) di Surabaya yang bekerja sama dengan sebuah percetakan di Kairo, Mesir, Mustafa Al Baby Halabi. Yang terakhir adalah percetakan besar yang terkenal banyak menerbitkan buku-buku ilmu agama Islam karya ulama besar abad pertengahan.

Siraj al-Thalibin terdiri atas dua juz (jilid). Juz pertama berisi 419 halaman dan juz kedua 400 halaman. Dalam periode berikutnya, kitab tersebut dicetak oleh Darul Fiqr–sebuah percetakan dan penerbit di Beirut, Lebanon. Dalam cetakan Lebanon, setiap juz dibuat satu jilid. Jilid pertama berisi 544 halaman dan jilid kedua 554 halaman.

Kitab tersebut tak hanya beredar di Indonesia dan negara-negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam, tetapi juga di negara-negara non-Islam, seperti Amerika Serikat (AS), Kanada, dan Australia, di mana terdapat jurusan filsafat, teosofi, dan Islamologi dalam perguruan tinggi tertentu. Sehingga, kitab Siraj al-Thalibin ini menjadi referensi di mancanegara.

Tidak hanya itu, kitab ini juga mendapatkan pujian luas dari kalangan ulama di Timur Tengah. Karena itu, tak mengherankan jika kitab ini dijadikan buku wajib untuk kajian pasca sarjana Universitas Al Azhar Kairo, Mesir, sebuah lembaga perguruan tinggi tertua di dunia.

Kitab ini dipelajari beberapa perguruan tinggi lain dan digunakan oleh hampir seluruh pondok pesantren di Tanah Air dengan kajian mendalam tentang tasawuf dan akhlak. Menurut Ketua PBNU, KH Said Aqil Siradj, seperti dikutip dari situs NU Online , kitab ini juga dikaji di beberapa majelis taklim kaum Muslim di Afrika dan Amerika.

Karya fenomenal ulama dari Dusun Jampes, Kediri, ini belakangan menjadi pembicaraan hangat di Tanah Air. Ini setelah sebuah penerbitan terbesar di Beirut, Lebanon, kedapatan melakukan pembajakan terhadap karya Syekh Ihsan Muhammad Dahlan al-Jampesi. Perusahaan penerbitan dengan nama Darul Kutub Al-Ilmiyah ini diketahui mengganti nama pengarang kitab Siraj al-Thalibin dengan Syekh Ahmad Zaini Dahlan. Bahkan, kitab versi baru ini sudah beredar luas di Indonesia.

Dalam halaman pengantar kitab Siraj al-Thalibin versi penerbit Darul Kutub Al-Ilmiyah, nama Syekh Ihsan al-Jampesi di paragraf kedua juga diganti dan penerbit menambahkan tiga halaman berisi biografi Syekh Ahmad Zaini Dahlan yang wafat pada 1941, masih satu generasi dengan Syeh Ihsan al-Jampesi yang wafat pada 1952. Sementara itu, keseluruhan isi dalam pengantar itu bahkan keseluruhan isi kitab dua jilid itu sama persis dengan kitab asal. Penerbit juga membuang taqaridh atau semacam pengantar dari Syekh KH Hasyim Asyari (Jombang), Syekh KH Abdurrahman bin Abdul Karim (Kediri), dan Syekh KH Muhammad Yunus Abdullah (Kediri).

Kitab tersebut menawarkan konsep tasawuf di zaman modern ini. Misalnya, pengertian tentang uzlah yang secara umum bermakna pengasingan diri dari kesibukan duniawi. Menurut Syekh Ihsan, maksud dari uzlah di era sekarang adalah bukan lagi menyepi, tapi membaur dalam masyarakat majemuk, namun tetap menjaga diri dari hal-hal keduniawian.

Seekor kadal yang terjepit selama 10 tahun

| komentar

Seekor kadal yang terjepit selama 10 tahun

Ini sebuah kisah nyata yang terjadi di Jepang. Ketika sedang merenovasi sebuah rumah, seseorang mencoba merontokan tembok.
Rumah di Jepang biasanya memiliki ruang kosong diantara tembok yang terbuat dari kayu. Ketika tembok mulai rontok, dia menemukan seekor kadal terperangkap diantara ruang kosong itu karena kakinya melekat pada sebuah paku. Dia merasa kasihan sekaligus penasaran. Lalu ketika dia mengecek paku itu, ternyata paku tersebut telah ada disitu 10 tahun lalu ketika rumah itu pertama kali dibangun.

Apa yang terjadi? Bagaimana kadal itu dapat bertahan dengan kondisi terperangkap selama 10 tahun?

Dalam keadaan gelap selama 10 tahun, tanpa bergerak sedikitpun, itu adalah sesuatu yang mustahil dan tidak masuk akal. Orang itu lalu berpikir, bagaimana kadal itu dapat bertahan hidup selama 10 tahun tanpa berpindah dari tempatnya sejak kakinya melekat pada paku itu!

Orang itu lalu menghentikan pekerjaannya dan memperhatikan kadal itu, apa yang dilakukan dan apa yang dimakannya hingga dapat bertahan. kemudian, tidak tahu darimana datangnya, seekor kadal lain muncul dengan makanan di mulutnya ….. Subhaanalloh......

Selama 10 tahun seekor kadal hidup dalam tingkat sabar dan tawakal yang paling tinggi. segala urusan, keselamatan dan kebutuhannya semua diserahkan kepada Allah, dan ternyata tidak sia-sia, pertolongan Allah selalu menyertainya.

Sekelumit kisah hikmah, semoga bermanfa'at. amin

Kisah Teladan-NENEK PEMUNGUT DAUN

| komentar


Dahulu di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek tua penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar, setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai jualan, ia pergi ke masjid Agung di kota itu. Ia berwudhu, masuk masjid, dan melakukan salat Zhuhur. Setelah membaca wirid sekedarnya, ia keluar masjid dan membungkuk-bungkuk di halaman masjid. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceran di halaman masjid.

Selembar demi selembar dikaisnya. Tidak satu lembar pun ia lewatkan. Tentu saja agak lama ia membersihkan halaman masjid dengan cara itu. Padahal matahari Madura di siang hari sungguh menyengat. Keringatnya membasahi seluruh tubuhnya. Banyak pengunjung masjid jatuh iba kepadanya.
Pada suatu hari Takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum perempuan tua itu datang. Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. Usai salat, ketika ia ingin melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut. Tidak ada satu pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan menangis dengan keras. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya. Orang-orang menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya. “Jika kalian kasihan kepadaku,” kata nenek itu, “Berikan kesempatan kepadaku untuk membersihkannya.”
Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan dedaunan itu seperti biasa. Seorang kiai terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan dedaunan itu. Perempuan tua itu mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat, pertama, hanya Kiai yang mendengarkan rahasianya, kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup. Sekarang ia sudah meniggal dunia, dan Anda dapat mendengarkan rahasia itu.
“Saya ini perempuan bodoh, pak Kiai,” tuturnya. “Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari akhir tanpa syafaat Kanjeng Nabi Muhammad saw. Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu shalawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya membacakan shalawat kepadanya.”
Perempuan tua dari kampung itu bukan saja mengungkapkan cinta Rasul dalam bentuknya yang tulus. Ia juga menunjukkan kerendahan hati, kehinaan diri, dan keterbatasan amal dihadapan Allah swt. Lebih dari itu, ia juga memiliki kesadaran spiritual yang luhur. Ia tidak dapat mengandalkan amalnya. Ia sangat bergantung pada rahmat Allah. Dan siapa lagi yang menjadi rahmat semua alam selain Rasulullah saw.
Sumber: Majelis Al-anwar

LIMA PERINTAH YANG ANEH

| komentar



Sebuah kisah teladan, Lima Perintah yang aneh, di ceritakan oleh Abu Laits as-Samarqandi adalah seorang ahli fiqh yang masyur. Suatu ketika dia pernah berkata, ayahku menceritakan bahawa antara Nabi-nabi yang bukan Rasul ada menerima wahyu dalam bentuk mimpi dan ada yang hanya mendengar suara.Maka salah seorang Nabi yang menerima wahyu melalui mimpi itu, pada suatu malam bermimpi diperintahkan untuk melakukan perjalanan,"Esok engkau supaya keluar dari rumah pada waktu pagi menuju ke barat. Engkau supaya berbuat :
1.Makanlah apa yang negkau lihat (hadapi)
2.Engkau sembunyikan,
3.Engkau terimalah,
4.Jangan engkau putuskan harapan,
5.Larilah engkau darinya."

Pada keesokan harinya, Nabi itu pun keluar dari rumahnya menuju ke barat dan kebetulan yang pertama dihadapinya ialah sebuah bukit besar berwarna hitam. Nabi itu kebingungan sambil berkata, "Aku diperintahkan memakan sesuatu yang pertama aku hadapi, tapi sungguh aneh sesuatu yang mustahil yang tidak dapat dilaksanakan."
Maka Nabi itu terus berjalan menuju ke bukit itu dengan hasrat untuk memakannya. Ketika dia menghampirinya, tiba-tiba bukit itu mengecilkan diri sehingga menjadi sebesar roti. Maka Nabi itu pun mengambilnya lalu disuapkan ke mulutnya. Saat ditelan terasa sungguh manis bagaikan madu. Dia pun mengucapkan syukur 'Alhamdulillah'.

Kemudian Nabi itu meneruskan perjalanannya lalu bertemu pula dengan sebuah mangkuk emas. Dia teringat akan arahan mimpinya supaya disembunyikan, lantas Nabi itu pun menggali sebuah lubang lalu ditanamkan mangkuk emas itu, kemudian ditinggalkannya. Tiba-tiba mangkuk emas itu keluar lagi. Nabi itu pun menanamkannya lagi hingga tiga kali berturut-turut.
Maka berkatalah Nabi itu, "Aku telah melaksanakan perintahmu." Lalu dia pun meneruskan perjalanannya tanpa disedari oleh Nabi itu, mangkuk emas itu keluar lagi dari tempat ia ditanam.

Ketika dia sedang berjalan, tiba-tiba dia melihat seekor burung elang sedang mengejar seekor burung kecil. Kemudian terdengarlah burung kecil itu berkata, "Wahai Nabi Allah, tolonglah aku."
Mendengar rayuan burung itu, hatinya merasa simpati lalu dia pun mengambil burung itu dan dimasukkan ke dalam bajunya. Melihat keadaan itu, lantas burung elang itu pun datang menghampiri Nabi itu sambil berkata, "Wahai Nabi Allah, aku sangat lapar dan aku mengejar burung itu sejak pagi tadi. Maka dari itu janganlah engkau patahkan harapanku dari rezekiku."

Nabi itu teringatkan pesanan arahan dalam mimpinya yang keempat, yaitu tidak boleh putuskan harapan. Dia menjadi kebingungan untuk menyelesaikan perkara itu. Akhirnya dia membuat keputusan untuk mengambil pedangnya lalu memotong sedikit daging pehanya dan diberikan kepada elang itu. Setelah mendapat daging itu, elang pun terbang dan burung kecil tadi dilepaskan dari dalam bajunya.

Selepas kejadian itu, Nabi meneruskan perjalannya. Tidak lama kemudian dia bertemu dengan satu bangkai yang amat busuk baunya, maka dia pun bergegas lari dari situ karena tidak tahan menghirup bau yang menyakitkan hidungnya.

Setelah menemui kelima-lima peristiwa itu, maka kembalilah Nabi ke rumahnya. Pada malam itu, Nabi pun berdoa. Dalam doanya dia berkata, "Ya Allah, aku telah melaksanakan perintah-Mu sebagaimana yang diberitahu di dalam mimpiku, maka jelaskanlah kepadaku arti semuanya ini."

Dalam mimpi beliau telah diberitahu oleh Allah S.W.T. bahawa, "Yang pertama engkau makan itu ialah marah. Pada mulanya nampak besar seperti bukit, tetapi pada akhirnya jika bersabar dan dapat mengawal serta menahannya, maka marah itu pun akan menjadi lebih manis daripada madu.

Kedua; semua amal kebaikan (budi), walaupun disembunyikan, maka ia tetap akan nampak juga.
Ketiga; jika sudah menerima amanah seseorang, maka janganlah kamu khianat kepadanya.
Keempat; jika orang meminta kepadamu, maka usahakanlah untuknya demi membantu kepadanya meskipun kau sendiri berhajat.
Kelima; bau yang busuk itu ialah ghibah (menceritakan orang lain). Maka larilah dari orang-orang yang sedang duduk berkumpul membuat ghibah."

Saudara-saudaraku, kelima-lima kisah ini hendaklah kita terapkan dalam diri kita, sebab kelima-lima perkara ini sentiasa berlaku dalam kehidupan kita sehari-hari. Perkara yang tidak dapat kita elakkan setiap hari ialah membicarakan orang lain, memang menjadi tabiat seseorang itu suka membicarakan orang lain. Haruslah kita ingat bahawa kata-mengata hal seseorang itu akan menghilangkan pahala kita, sebab ada sebuah hadis mengatakan di akhirat nanti ada seorang hamba Allah akan terkejut melihat pahala yang tidak pernah dikerjakannya. Lalu dia bertanya, "Wahai Allah, sesungguhnya pahala yang Kamu berikan ini tidak pernah aku kerjakan di dunia dulu."

Maka berkata Allah S.W.T., "Ini adalah pahala orang yang mengata-ngatakan tentang dirimu." Dengan ini haruslah kita sadar bahwa walaupun apa yang kita kata itu memang benar, tetapi kata-mengata itu akan merugikan diri kita sendiri. Oleh kerana itu, hendaklah kita jangan mengata-ngatakan hal orang lain walaupun ia benar.

7 BATU YANG ANEH

| komentar



Saat ini adalah musin Ibadah Haji, maka Kisah-kisah teladan kali ini, tentang cerita yang ada hubungannya dengan ibadah Haji,yaitu tentang 7 buah batu yang aneh bin ajaib bin kramat.

Dalam sebuah keterangan diceritakan, pada zaman dahulu ada seorang lelaki wukuf di Arafah. Dia berhenti di lapangan luas itu. Pada waktu itu orang sedang melakukan ibadat haji. Wukuf di Arafah adalah rukun haji yang sangat penting. Bahkan wukuf di Arafah itu disebut sebagai haji yang sebenarnya kerana apabila seorang itu berwukuf di padang Arafah dianggap hajinya telah sempurna walaupun yang lainnya tidak sempat dilakukan.
Sabda Rasulullah saw :

"Alhajju Arafatu" (Haji itu wukuf di Arafah)

Rupanya lelaki itu tadi masih belum mengenali Islam dengan lebih mendalam. Masih dalam istilah 'muallaf'. Semasa dia berada di situ, dia telah mengambil tujuh biji batu lalu berkata pada batu itu :

"Hai batu-batu, saksikanlah olehmu bahawa aku bersumpah bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu utusan Allah."

Setelah dia berkata begitu, dia pun tertidur di situ. Dia meletakkan ketujuh batu itu di bawah kepalanya. Tidak lama kemudian dia bermimpi seolah-olah telah datang kiamat. Dalam mimpi itu juga dia telah dihisab segala dosa-dosa dan pahalanya oleh Tuhan. Setelah selesai pemeriksaan itu ternyata dia harus masuk ke dalam neraka. Maka dia pun pergi ke neraka dan hendak memasuki salah satu dari pintu-pintunya.

Tiba-tiba seketika batu kecil yang dikumpulnya tadi datang di dekat pintu menutup pintu neraka tersebut. Semua malaikat tidak bisa memasukkan ke dalam neraka lewat pintu tersebut. Kemudian dia pun pergi ke pintu lain. Para malaikat itu tetap berusaha hendak memasukkannya ke dalam neraka tapi tidak mampu karena tujuh pintu neraka telah ditutup oelh batu.

Sampai di pintu neraka nombor tujuh, neraka itupun tidak mau menerimanya karena ada batu yang mengikutinya. Ketujuh-tujuh batu itu seolah-olah membentengi lelaki itu dari masuk neraka. Kemudian dia naik ke Arasy di langit yang ketujuh. Di situlah Allah berfirman yang artinya :

"Wahai hambaku, aku telah menyaksikan batu-batu yang engkau kumpulkan di padang Arafah. Aku tidak akan menyia-nyiakan hakmu. Bagaimana aku akan menyia-nyiakan hakmu sedangkan aku telah menyaksikan bunyi 'syahadat' yang engkau ucapkan itu. Sekarang masuklah engkau ke dalam syurga."

Setelah itu dia menuju pintu surga, tiba-tiba pintu surga itupun terbuka lebar. Rupanya kunci surga itu adalah kalimat syahadat yang diucapkannya dahulu, dan segala sesuatu yang kita pegang dan dipakai saat berdzikir, beribadah, membaca kalimah thoyyibah, semua akan menjadi saksi amal ibadah kita, dan memjadi pembela besok di akhirat. Alangkah baiknya saat kita berdzikir kalimah thoyyibah dengan memakai tasbih, selain untuk menghitung jumlah bilangan bacaan, kita berharap semoga bji-bijian itu besok menjadi saksi ibadah kita, dan menjadi beteng penghalang kita dari api neraka. amin ya Robbal aalamin.

Mengenal Almarhum KH Cholil Bisri

| komentar


Kiai Cholil Kiai NU dari Jawa Tengah yang sangat disegani. Dalam dirinya terdapat sosok seorang yang bukan hanya benar-benar kiai, tetapi juga penulis, politisi, dan sekaligus seorang sufi. Keluarga besarnya adalah kiai-kiai besar dan para penulis hebat. 
Ayahnya bernama KH Bisri Mustofa, penulis produktif dan pengarang tafsir terkenal, al-Ibriz, dalam bahasa Jawa. Adiknya bernama KH Mustofa Bisri, seorang penyair, budayawan, kiai, dan penulis produktif.
Cholil Bisri adalah anak sulung yang lahir dari pasangan Kiai Bisri Mustofa dan Ma’rufah binti KH Cholil Kasingan. Ia lahir pada Oktober 1941. Pendidikannya waktu kecil adalah di Sekolah Rakyat 6 Kartioso yang ditempuh dalam waktu lima tahun, karena  ia langsung diterima di kelas dua dan tidak mau satu kelas dengan adiknya, Mustofa, yang pada saat bersamaan masuk kelas satu.

Selain menempuh pendidikan di Sekolah Rakyat (1954), Cholil juga sekolah di Madrasah Ibtidaiyah (1954), kemudian melanjutkan di SMP Taman Siswa (1956) bersamaan dengan sekolah di Perguruan Islam (1956). Ia kemudian melanjutkan pendidikan ke Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur, (1957), Pondok Pesantren al-Munawwir Krapyak, Yogyakarta (1960), Aliyah Darul Ulum Mekah (1962), dan IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Kiai Bisri Mustofa tidak memaksakan anaknya harus menempuh pendidikan di pesantren tertentu. Oleh karena itu, ketika Cholil diminta oleh KH Machrus Ali dari Lirboyo dan KH Ali Maksum Krapyak untuk nyantri di pesantrennya, ia diminta memilih sendiri. Ia kemudian memilih nyantri di kedua tempat itu. Di tangan Kiai Ali Maksum, ia terasah tradisi menulisnya, karena setiap membuat kesalahan ia diberi ganjaran. Salah satu ganjarannya, ia disuruh menulis kitab tertentu dua kuras beserta artinya. Tradisi ini ikut membentuk tradisi menulis Cholil ketika dewasa.

Dalam organisasi, Cholil berkiprah di lingkungan NU. Dimulai ketika ia aktif sebagai Ketua GP Ansor Rembang, Ketua Partai NU Rembang (ketika NU menjadi partai sendiri pada 1971), Ketua DPC PPP (ketika NU fusi dengan PPP). Ia juga pernah menjadi A’wan dan Mustasyar PWNU Jawa Tengah, dan Ketua MPW PPP Jawa Tengah.

Pada awalnya Cholil tidak berkecimpung di partai politik. Sampai suatu ketika Kiai Ali Maksum menegurnya di Munas Alim Ulama Kaliurang Yogyakarta, “Kamu kok tidak ikut main politik seperti adikmu, Mustofa, kenapa?”

Pada akhirnya Cholil tertarik juga di politik, dan ia memiliki parodi yang sangat mendalam tentang NU dalam politik. Parodinya yang sering dikutip berbunyi, “NU itu sering diidoni (diludahi).”

Karena keterlibatannya dalam PPP, pada 1982 ia diminta untuk menjadi anggota DPRD Tingkat I, tetapi ia menolak, karena ia berprinsip harus mengurus pesantren. Waktu itu, ia hanya mau di DPRD Tingkat II, seumur hidup. Terlebih lagi setelah ayahnya meninggal pada 1977, ia memegang tanggung jawab untuk menjadi pengasuh di Pesantren Raudhatut Thalibin sehingga ia hanya tertarik dalam politik lokal.

Di pesantren, ia mengajar bandongan Alfiyah, Syarah Fath al-Muin, Jam’ul Jawami’, dan Ihya’ Ulumuddin.

Pada masa NU berfusi ke dalam PPP, di Muktamar 1994, faksi NU membentuk Kelompok Rembang, merujuk nama tempat Cholil Bisri menjadi motor pentingnya. Kelompok ini semula bermaksud mengajukan tokoh NU untuk bersaing dengan Buya Ismail Metareum dari unsur Muslimin Indonesia (MI).

Bersama Matori Abdul Djalil, Imam Churmen, dan lain-lain, mereka mengoordinasi faksi NU di PPP. Tetapi, ketika pertarungan itu belum terlaksana Kelompok Rembang justru buyar karena sebelum Muktamar PPP sudah terjadi perpecahan dengan keluarnya kelompok Hamzah Haz dari Kelompok Rembang. Meski demikian, nama Cholil Bisri sangat dihormati sebagai sosok kiai politisi yang gigih membela NU.

Ketika NU kembali ke Khittah pada 1984, Kiai Cholil ikut terlibat dalam pemulihan Khittah NU. Dalam Muktamar NU ke-27 (1984), yang merumuskan Khittah NU, Kiai Cholil Bisri menjadi Ketua Panitia Perumus di Komisi Program dengan Sekretaris H. Tan Gatot dan anggota-anggota: H. Dahlan Ch, H.M. Husaini Tiway, H.M. Utsman Limbong, H.M. Asy’ari Sanak, H. Asnawi Lathif, H. Muhammadiyah, dan H. Syafrudin Syah.

Sebelum PKB didirikan, Kiai Cholil Bisri tampak tertarik untuk berkiprah di PPP lagi, yaitu pada 1992 saat ia masuk DPR RI dari PPP. Tetapi, ketika PKB didirikan, kiprahnya juga besar di partai ini. Sebelum PKB didirikan oleh Tim Kerja PBNU, inisiatif awal untuk membentuk sebuah partai terjadi pada 30 Mei 1998 ketika diadakan istighatsah kubro di Jawa Timur, dan banyak kiai yang berkumpul di Kantor PWNU Jawa Timur.

Setelah acara itu, banyak kiai mendesak Kiai Cholil Bisri supaya menggagas dan membidani pendirian partai bagi wadah aspirasi politik NU. Pada 6 Juni 1998, ia mengundang 20 kiai untuk membicarakan hal tersebut, dan tidak kurang 200 orang kiai datang. Dari pertemuan di rumahnya inilah gagasan tersebut mengkristal sampai proses pendirian PKB oleh Tim Kerja PBNU.

Ketika PKB dideklarasikan pada 23 Juni 1998, Kiai Cholil Bisri menjadi salah satu tokoh penting. Ia menjadi Wakil Ketua Dewan Syuro DPP PKB, dengan Ketua Dewan Syuro KH Ma’ruf Amien dan Ketua Dewan Tanfdiziyah Matori Abdul Djalil. Keterlibatannya dalam PKB mengantarkannya menjadi anggota DPR dari PKB, bahkan sampai menjadi Wakil Ketua MPR.

Meskipun menjadi politisi, kekiaian Kiai Cholil Bisri tidak luntur. Ia di Rembang tetap mengajar ngaji dan menjadi pengasuh Pesantren Raudhatut Thalibin sampai ia meninggal dalam usia 62 tahun pada 23 Agustus 2004. Bahkan, ia sangat menyukai kalimat-kalimat hikmah dari Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam al-Hikam, yang terkenal itu.

Ia juga seorang penulis, bukunya yang telah diterbitkan adalah Kami Bukan Kuda Tunggang dan Ketika Biru Langit. Ia meninggalkan seorang istri bernama Hj. Muhsinah, delapan anak, dan sejumlah cucu. (Sumber: Ensiklopedia NU)

Anwar Musaddad, Kiai yang Dosen

| komentar



Seorang ulama-intelektual yang berdedikasi untuk pengembangan lembaga ilmiah, namun tetap berdiri di atas tradisi pesantren. Keahliannya dalam Ilmu Perbandingan Agama tergolong langka di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU) pada masanya.  

Lahir di Garut pada 3 April 1909, menempuh pendidikan di HIS (Hollandsche Indische School, setingkat SD pada zaman Belanda), MULO (setingkat SMP) Kristelijk di Garut, dan AMS (setingkat SMA) Kristelijk di Sukabumi. Setelah menamatkan pendidikan menengah di sekolah Katolik tersebut, ia belajar di Pesantren Darussalam Wanaraja, Garut selama dua tahun, kemudian pada 1930 melanjutkan studi ke Mekah dan belajar di Madrasah al-Falah selama sebelas tahun. 

Ia kembali ke tanah air menjelang berakhirnya kekuasaan Belanda. Pada masa penjajahan Jepang, Anwar Musaddad diangkat menjadi kepala Kantor Urusan Agama (Shumubu) dan ketua Masyumi untuk daerah Priangan. Pada masa revolusi, ia bergabung dalam Hizbullah dan memimpin pasukan bersama pengasuh pesantren Cipari, KH Yusuf Tauziri.

Pada 1953, Anwar Musaddad mulai bertugas di Yogyakarta menjadi tenaga pengajar di Fakultas Ushuluddin Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) yang baru didirikan Kementerian Agama RI di Yogyakarta (1952) yang kemudian dikembangkan menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Al-Jami’ah Sunan Kalijaga (1960). 

Anwar Musaddad diangkat menjadi Guru Besar dalam Ilmu Ushuluddin dan menjadi Dekan Fakultas Ushuluddin (1962-1967). Dalam Dies Natalis IAIN Al-Jami’ah ke-5 ia menyampaikan pidato berjudul “Peranan Agama dalam Menyelesaikan Revolusi”. 

Pada 1967, Anwar Musaddad ditugaskan merintis pendirian IAIN Sunan Gunung Djati Bandung, dan menjadi Rektor pertama IAIN Sunan Gunungjati hingga 1974. Keahliannya adalah Ilmu Perbandingan Agama, khususnya dalam bidang Kristologi. Salah satu karya dalam bidang ini adalah “Kedudukan Injil Barnabas menurut Pandangan Islam”, dipublikasikan pada 1981 oleh Penerbit Albaramain.

Kiprahnya di NU dimulai sejak 1954 pada kepengurusan Partai NU 1954-1956 sebagai A’wan Syuriyah bersama KH Ruchiyat (Tasikmalaya), KH Djamhari (Banten), KH Machrus Ali (Kediri), dan Syaikh Musthafa Chusain Mandailing (Sumata Utara). 

Saat itu, Rais Akbar PBNU adalah KH A. Wahab Hasbullah. Periode berikutnya (1956-1959) ia masih di A’wan Syuriah, tetapi sekaligus sebagai Ketua Ma’arif. Selanjutnya, pada periode 1959-1962 menjabat Ketua III Tanfidziyah, Wakil Rais II Syuriyah (1962-1967), Rais I Syuriyah (1967-1971), Rais Syuriah III PBNU (1974-1079), wakil Rais ‘Am PBNU (1979-1984). 

Pada saat jabatan Rais ‘Aam PBNU mengalami kekosongan setelah KH Bisri Syansuri wafat pada 1981, maka untuk mengisi kekosongan itu ada dua pendapat, yakni Wakil Rais ‘Aam (KH Anwar Musaddad) secara otomatis menjabat Rais ‘Aam, tetapi ada pendapat lain bahwa jabatan Rais ‘Am ditetapkan melalui Musyawarah Alim Ulama NU. 
Tampaknya pendapat kedua yang kemudian diberlakukan. Pada Munas Alim Ulama NU di Yogyakarta 1981, KH Ali Maksum ditetapkan sebagai Rais ‘Aam, dan KH Anwar Musaddad tetap pada posisinya sebagai Wakil Rais ‘Aam. 

Pada kepengurusan PBNU periode 1984-1989 hasil Muktamar Situbondo, Kiai Anwar Musaddad menjabat Mustasyar, dilanjutkan pada periode 1989-1994. Sejak tahun 1976, Anwar Musaddad kembali ke tanah kelahirannya Garut, mendirikan Pesantren Al-Musaddadiyah yang juga mengelola lembaga pendidikan mulai dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Saat ini, lembaga pendidikan Al-Musaddadiyah diasuh oleh putra-putranya, khususnya KH Tontowi Jauhari.

Prof. Kiai Haji Anwar Musaddad wafat pada 19 Rabiutsani 1422/2000 dalam usia 91 tahun dan dimakamkan di kompleks pemakaman keluarga Pondok Pesantren Musaddadiyah, Garut Jawa Barat. (Sumber: Ensiklopedi NU)

Abuya Dimyati, Keramat dari Barat

| komentar



Ulama dan guru tarekat yang ‘alim dan wara’ di Banten. Nama lengkapnya adalah KH. Muhammad Dimyati bin Muhammad Amin al-Banteni yang biasa dipanggil dengan Abuya Dimyati, atau oleh kalangan santri Jawa akrab dipanggil “Mbah Dim”.

Lahir sekitar tahun 1925 dari pasangan H. Amin dan Hj. Ruqayah. Sejak kecil Abuya Dimyati sudah menampakan kecerdasan dan keshalihannya. Ia belajar dari satu pesantren ke pesantren lainnya, menjelajah tanah Jawa hingga ke pulau Lombok demi memenuhi pundi-pundi keilmuannya.

Kepopuleran Mbah Dim setara dengan Abuya Busthomi (Cisantri) dan kiai Munfasir (Cihomas). Mbah Dim adalah tokoh yang senantiasa menjadi pusat perhatian, yang justru ketika dia lebih ingin “menyedikitkan” bergaul dengan makhluk demi mengisi sebagian besar waktunya dengan ngaji dan ber-tawajjuh ke hadratillah.

Sebagai misal, siapakah yang tidak kecil nyalinya, ketika begitu para santri keluar dari shalat jama’ah shubuh, ternyata di luar telah menanti dan berdesak-desakan para tamu (sepanjang 100 meter lebih) yang ingin bertemu Mbah Dim. Hal ini terjadi hampir setiap hari.

Para peziarah Walisanga yang tour keliling Jawa, semisal para peziarah dari Malang, Jember, ataupun Madura, merasa seakan belum lengkap jika belum mengunjungi ulama Cidahu ini, untuk sekadar melihat wajah Mbah Dim; untuk sekadar ber-mushafahah (bersalaman), atau meminta air dan berkah doa.

Mbah Dim menekankan pada pentingnya ngaji dan belajar, yang itu sering disampaikan dan diingatkan Mbah Dim kepada para santri dan kiai adalah jangan sampai ngaji ditinggalkan karena kesibukan lain ataupun karena umur. Sebab, ngaji tidak dibatasi umur. Sampai-sampai, kata Mbah Dim, thariqah aing mah ngaji!, yang artinya ngaji dan belajar adalah thariqahku.

Bahkan kepada putera-puterinya (termasuk juga kepada santri-santrinya) Mbah Dim menekankan arti penting jama’ah dan ngaji sehingga seakan-akan mencapai derajat wajib. Artinya, tidak boleh ditawar bagi santri, apalagi putera-puterinya.

Mbah Dim tidak akan memulai shalat dan ngaji, kecuali putera-puterinya—yang seluruhnya adalah seorang hafidz (hafal Al-Qur’an) itu sudah berada rapi, berjajar di barisan (shaf) shalat. Jika belum dating, maka kentongan sebagai isyarat waktu shalat pun dipukul lagi bertalu-talu. Sampai semua hadir, dan shalat jama’ah pun dimulai.

Mbah Dim merintis pesantren di desa Cidahu Pandeglang sekitar tahun 1965, dan telah banyak melahirkan ulama-ulama ternama seperti Habib Hasan bin Ja’far Assegaf yang sekarang memimpin Majelis Nurul Musthofa di Jakarta. Dalam bidang tasawuf, Mbah Dim menganut tarekat Qodiriyyah-Naqsabandiyyah dari Syeikh Abdul Halim Kalahan. Tetapi praktik suluk dan tarekat, kepada jama’ah-jama’ah Mbah Dim hanya mengajarkan Thariqah Syadziliyah dari syekh Dalhar.

Itu sebabnya, dalam perilaku sehari-hari ia tampak tawadhu’, zuhud dan ikhlas.

Banyak dari beberapa pihak maupun wartawan yang coba untuk mempublikasikan kegiatannya di pesantren selalu di tolak dengan halus oleh Mbah Dim, begitu pun ketika ia diberi sumbangan oleh para pejabat selalu ditolak dan dikembalikan sumbangan tersebut. Hal ini pernah menimpa Mbak Tutut (Anak Mantan presiden Soeharto) yang member sumbangan sebesar 1 milyar, tetapi oleh Mbah Dim dikembalikan.

Tanggal 3 Oktober 2003 tepat hari Jum’at dini hari Mbah Dim dipanggil oleh Allah SWT ke haribaan-Nya. Banten telah kehilangan sosok ulama kharismatik dan tawadhu’ yang menjadi tumpuan berbagai kalangan masyarakat untuk dimintai nasihat.

Bukan hanya masyarakat Banten, tapi juga umat Islam pada umumnya merasa kehilangan. Ia di makamkan tidak jauh dari rumahnya di Cidahu Pandeglang, dan hingga kini makamnya selalu ramai dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai daerah di Tanah Air. (Ensiklopedi NU)

Ratapan Petani Kecil (By : anonymous)

| komentar



Aku ini sakit
Sementara Kalian Berseminar 
Tentang keadaanku

Aku ini lapar
Sementara kalian menumpuk-numpuk
Laporan tentang keadaanku

Aku ini terlantar
Dan kalian masih melakukan
Konfrensi yang kurang berarti

Kalian menyelidiki semua
Yang menjadi kekhawatiranku
Namun sampai sekarang
Aku ini tetap sakit dan terlantar

Sholawat Al Banjari Khudzuni (Training)

| komentar


Album Pembelajaran

Assalaamu'alaikum Wr. Wb.

Salam sejahtera semoga Allah selalu melimpahkan RahmatNya bagi kita semua para pecinta Sholawat, Aamiin....

Posting kali ini tentang file audio mp3 Banjari, di mana mp3 tersebut hanya terdapat suara Terbang saja (Tanpa suara Vocal dan Backing). File mp3 tersebut sengaja dibuat agar bisa dibuat bahan belajar bagi seorang Vocalis, Backing vocal, atau pun seorang Dufuf (pemukul terbang). Kare suara file mp3 ini dibuat stereo. Suara terbang Lanang terdengar di chanel Kanan, sedangakan suara terbang Wedok terdengar di chanel Kiri. Di sini juga disertakan file mp3 Aslinya, agar bisa dibuat contoh untuk belajar. Disaranakan agar menggunakan Headset Stereo / Speaker Active / Sound System lainnya untuk mendengarkan mp3 ini, yang penting Stereo, agar perbedaan suara terbang Lanang dan Wedok dapat terdengar jelas. Demikian file-file mp3 yang telah dibuat :
Khudzuni
Khudzuni (Asli)
Khudzuni (Terbang)
Khudzuni (Terbang, Bass)

Maulidul Hadi
Maulidul Hadi (Asli)
Maulidul Hadi (Terbang)
Maulidul Hadi (Terbang, Bass)

Ummu Hakim Berjuang Demi Keislaman Suami

| komentar



Sosok qudwah wanita muslimah kita kali adalah seorang wanita yang berjuang untuk menyelamatkan suaminya dari kemusyrikan dan kekafiran, membawanya ke bawa naungan Islam sejati, berkasih sayang di atas agama dan keridhaan Allah Ta’ala.


Hal itu bukanlah perkara yang mudah bagai membalik telapak tangan, karena suaminya adalah seorang yang paling antipati terhadap Islam dan memusuhi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta para sahabat beliau. Juga karena ayah suaminya itu adalah seorang pemimpin utama kaum musyrikin, eksekutor serta pelaku penindasan yang sadis yang telah menjatuhkan berbagai hukuman kepada orang-orang mukmin, ialah Abu Jahal, sedangkan suami wanita muslimah kita ini adalah putra Abu Jahal bernama Ikrimah.

Ia bernama Ummu Hakim binti Al-Harits bin Hisyam dari kaum Quraisy. Bapaknya saudara Abu Jahal dan ibunya adalah Fathimah binti Walid kakak Khalid bin Walid. Ikrimah inilah suami pertama Ummu Hakim binti Al-Harits, putra pamannya, seorang pemuda terpandang; baik dari segi harta maupun keturunan. Karena kepemimpinan ayahnya Abu Jahal maka ia menjadi terpola untuk memusuhi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan bahkan ikut menyiksa kaum muslimin denagn siksaan yang pedih demi menyenangkan hati bapaknya.

Terbunuhnya Abu Jahal pada Perang Badar membuat kebencian Ikrimah terhadap Islam makin berkobar. Kalau dahulu ia membencinya karena ingin menyenangkan ayahnya, tetapi sekarang kebenciannnya adalah untuk membalas dengan kematian ayahnya. Dari sinilah api permusuhan berkobar serta kebencian Ikrimah (dan orang-orang yang juga kehilangan keluarga mereka di Perang Badar) membara.

Pada mulanya, Ummu Hakim juga ikut bahu-membahu dengan suaminya dalam memusuhi Islam. Pada Perang Uhud ia bersama wanita-wanita Quraisy lainnya yang juga mendendam akan kematian keluarga mereka pada Perang Badar, berdiri tegak di belakang barisan musyrikin sambil memukul gendang untuk memberi semangat bagi tentara-tentara musyrikin agar terus maju. Pada hari itu kaum musyrikin mendapatkan sebagian keinginan mereka, hingga Abu Sufyan berkata, “Ini adalah balasan atas Perang Badar.”

Pada penaklukan kota Mekah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang panglima pasukannya untuk bentrok senjata secara langsung dengan orang-orang kafir kecuali kalau mereka diserang terlebih dahulu. Di saat itulah Ikrimah mengumpulkan pengikutnya dan menyerang pasukan yang besar dari pasukan-pasukan kaum muslimin. Akhirnya pasukan Ikrimah yang tak seberapa jumlahnya itu pun kalah, ada yang mati dan ada pula yang melarikan diri. Termasuk yang melarikan diri adalah Ikrimah bin Jahal.

Setelah kota Mekah ditaklukkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan maaf kepada kaum Quraisy yang dahulunya melakukan berbagai tindakan dalam memusuhi beliau, dan mengatakan perkataan beliau yang masyhur, “Pergilah kalain, sesungguhnya kalian telah dibebaskan.” Hanya saja, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengecualikan beberapa orang dengan memerintahkan di bawah kelambu Ka’bah. Di antara mereka yang dikecualikan itu yang paling utama adalah Ikrimah bin Abi Jahal. Maka karena mendengar hal itu Ikrimah secara sembunyi-sembunyi melarikan diri menuju ke Yaman.

Di sisi lain, Ummu Hakim istri Ikrimah bersama Hindun binti Uqbah menuju rumah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama sepuluh wanita lain, untuk mengungkapkan bai’at kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan memeluk agama Islam. Setelah Hindun binti Uqbah menyatakan keislamannya, Ummu Hakim pun berdiri menyatakan keislamannya, lalu ia berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, Ikrimah telah melarikan diri menuju ke Yaman karena takut engkau akan membunuhnya. Berikanlah keamanan baginya, semoga Allah memberikan keamanan kepadamu.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Ia telah mendapat keamanan.”

Seketika itu juga Ummu Hakim berangkat mencari Ikrimah ditemani oleh budaknya dari bangsa Romawi. Teriknya matahari, panasnya cuaca gurun sahara seakan tak terasakan oleh Ummu Hakim demi mendapatkan suaminya agar ia mau kembali dan masuk Islam bersamanya. Bahkan di tengah perjalanannya, budak Romawi yang menemaninya mencoba menggodanya untuk melakukan selingkuh, sungguh besar penderitaan wanita lemah berhati baja ini, menempuh perjalanan yang jauh, mengarungi padang pasir yang panas membara, mencari sang suami tercinta, sementara di tengah perjalanan budak yang seharusnya menjadi pelindung baginya berbalik menjadi bak serigala mendapatkan mangsanya. Wanita lemah ini memohon dan meminta tolong kepada penduduk kampung itu, lalu mereka menangkap budak tersebut dan mengikatnya di sana. Sedangkan Ummu Hakim meneruskan perjalanan tanpa teman, dan hanya Allah-lah yang menjaganya dari segala malapetaka.

Akhirnya dengan susah payah ia pun dapat bertemu dengan orang yang ica cari-cari, di tepi pantai di daerah Tihamah, ketika itu Ikrimah sedang bertransaksi dengan seorang nelayan muslim. Nelayan itu berkata kepadanya: “Bayar dahulu baru aku akan menyeberangkanmu.” Ikrimah berkata, “Bagaimana aku membayarmu?” Nelayan itu menjawab, “Dengan mengucapkan (asyhadu an laa ilaaha illalla wa asyhadu anna muhammadarrasulullah).” Ikrimah menjawab, “Aku tidak melarikan diri melainkan dari itu.” Di saat itulah Ummu Hakim datang, lalu ia berkata kepada suaminya, “Wahai putra paman, aku datang dari sisi manusia yang paling mulia yaitu Muhammad bin Abdullah, aku telah meminta keamanan bagimu dan beliau menyetujuinya, janganlah engkau mencelakakan dirimu sendiri.” Ia berkata, “Engkau sendiri yang telah mengatakan kepadanya?” Ummu Hakim menjawab, “Ya, aku yang mengatakan kepadanya, maka ia memberikan keamanan.” Ummu Hakim terus membujuknya sampai Ikrimah mau kembali bersamanya.

Dalam perjalanan pulang Ummu Hakim menceritakan kisah budak mereka, lalu mereka singgah di perkampungan tempat Ummu Hakim meninggalkan budak itu lalu Ikrimah membunuhnya. Peristiwa ini terjadi sebelum ia masuk Islam.

Setibanya di Mekah ia langsung pulang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyatakan keislamannya, dan meminta kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar memintakan ampunan atas segala yang telah ia perbuat selama ia masih musyrik. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabulkan permintaan tersebut dengan gembira. Semenjak itu bergabunglah Ikrimah dalam bahtera dakwah, di medan perang ia bagai singa yang haus darah serta menjadi ahli ibadah dan selalu membaca kitabullah.

Itulah buah dari perjuangan Ummu Hakim binti Al-Harits, yang menuntun Ikrimah putra sekaligus tangan kanan seorang dedengkot kafir dan berada pada barisan terdepan dalam memerangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sehingga menjadi pembela Islam dan mencintai Allah dan Rasul-Nya melebihi dirinya sendiri. Ikrimah syahid pada perang Yarmuk (sebagian ahli sejarah mengatakan ia meninggal pada perang Ajnadin), di saat itu ia berperang dengan penuh semangat, sampai ia gugur sebagai syahid, dan di tubuhnya didapati lebih dari tujuh puluh luka bekas tikaman, panah, dan pukulan.

Sepeninggal Ikrimah dan masa iddah Ummu Hakim berakhir, ia dilamar oleh Yazid bin Abi Sufyan dan Khalid bin Sa’id, kemudian ia menerima lamaran Khalid dan ia pun menikah dengannya. Ketika hendak menggaulinya, bersamaan dengan itu tentara-tentara Romawi telah berkumpul (untuk menyerang kaum muslimin), Ummu Hakim berkata kepada Khalid, “Bagaimana kalau engkau undurkan sampai Allah mengusir barisan mereka?” Khalid menjawab, “Sesungguhnya aku merasa akan terbunuh dalam peperangan ini.” Ummu Hakim berkata, “Kalau begitu lakukanlah!” Maka Khalid pun menggaulinya,

Ketika pagi tiba, kedua pasukan pun mulai berhadapan, genderang perang ditabuh, dan pedang telah melakukan perannya. Khalid akhirnya terbunuh di peperangan tersebut. Mendengar berita itu, Ummu Hakim terjun ke medan perang dan membunuh tujuh orang Romawi dengan tiang kemah di jembatan yang hingga sekarang dinamakan jembatan Ummu Hakim, dan itu terjadi pada perang Ajnadin.

Sumber: Majalah Al-Mawaddah, Edisi 11 Tahun ke-1 Jumadal Ula 1429/Juni 2008

(zafaran/muslimahzone.com)

Kisah Ummu Waroqoh, Mujahidah yang Akhirnya Menjadi Asy-Syahidah

| komentar


Beliau adalah putri dari Abdullah bin al-Haris bin Uwaimar bin Naufal al-Anshariyyah. Beliau dikenal dengan kuniyah Ummu Waroqoh binti Abdullah atau dikenal dengan Ummu Waroqoh binti Naufal, dinisbahkan pada kakeknya. Beliau termasuk wanita yang mulia dan paling mulia di zamannya. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam telah mengunjungi beliau beberapa kali dan beliau menjulukinya dengan gelar Asy-Syahidah.

Beliau radhiallahu ‘anha adalah seorang wanita yang memiliki ghirah tinggi terhadap Islam dan bercita-cita untuk mati syahid di jalan Allah dalam rangka meninggikan kalimat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Oleh karena itu beliau tidak terhalang untuk berjihad bersama kaum Muslimin dan mendapatkan pahala Mujahidin. Tatkala Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam hendak berangkat perang Badar, Ummu Waroqoh berkata kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, “Ya Rasulullah izinkanlah aku berangkat bersama anda, sehingga aku dapat mengobati orang-orang yang terluka di antara kalian, merawat orang yang sakit di antara kalian dan agar Allah mengaruniai diriku syahadah.”

Beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam turut mengumpulkan al-Qur’anul Karim, dan beliau adalah seorang wanita yang ahli dalam membaca al-Qur’an. Oleh karena itulah Nabi memerintahkan beliau agar menjadi imam bagi para wanita di daerahnya. Dan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menyiapkannya seorang muadzin bagi beliau.

Disebutkan dalam al-Musnad dan as-Sunan dari hadits Abdurrahman bin Kholad dari Ummu Waroqoh mengatakan bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam mengunjungi beliau di rumahnya, kemudian memberikan seorang muadzin untuknya. Abdurrahman berkata, “Aku melihat muadzin tersebut seorang laki-laki yang sudah tua.”

Begitulah, jadilah rumah Ummu Waroqoh radhiallahu ‘anha sebagai rumah Allah yang di sana ditegakkan shalat lima waktu. Alangkah terhormatnya seorang wanita yang menduduki posisi sebagaimana seorang wanita Mukminah seperti Ummu Waroqoh.

Ummu Waroqoh radhiallahu ‘anha senantiasa istiqomah dengan keadannya yaitu menjaga syari’at-syari’at Allah hingga pada suatu ketika budak dan jariyahnya yang telah dijanjikan oleh beliau untuk dimerdekakan setelah beliau wafat, membunuh beliau.

Tatkala pagi, Ummar bin Khattab radhiallahu ‘anhu berkata, “Demi Allah, aku tidak mendengar suara bacaan bibiku Ummu Waroqoh semalam.” Kemudian beliau memasuki rumahnya namun tidak melihat suatu apapun, kemudian beliau memasuki kamarnya ternyata beliau (Ummu Waroqoh) telah terbungkus dengan kain di samping rumah (yakni telah wafat). Umar berkata,“Alangkah benar sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tatkala bersabda, “Marilah pergi bersama kami untuk mengunjungi wanita yang syahid.”"

Selanjutnya Umar radhiallahu ‘anhu naik ke mimbar dan mengabarkan berita tersebut lantas berkata, “Hadapkanlah dua budak tersebut kepadaku!” maka di datangkanlah dua orang tersebut dan beliau menanyai keduanya dan mereka mengakui bahwa mereka berdua telah membunuhnya, maka beliau memerintahkan agar kedua orang tersebut disalib, dan mereka berdualah yang pertama kali disalib dalam Islam.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmati Ummu Waroqoh radhiallahu ‘anha, semoga Allah Ta’ala membalas semua kebaikannya, yang mana beliau senantiasa membaca al-Qur’an dan mengumpulkannya. Beliau adalah imam bagi para wanita di zamannya, amat sangat rindu untuk berjihad dengan harapan mendapatkan pahala Mujahidin. Akhirnya Allah pun mengabulkan permohonannya dan mendapatkan pahala Mujahidin. Ummu Waroqoh, Mujahidah yang akhirnya menjadi Asy-Syahidah.

Ref: Majalah GERIMIS vo. 13

(zafaran/muslimahzone.com)

Ebook Islam Alquran dengan 9 Tafsir

| komentar




Pada kesempatan kali ini babahe akan berbagi lagi ebook islam yang mana ebook ini sangat spesial sekali dikarenakan ebook alquran ini di lengkapi dengan 9 tafsir al Qur’an yang tentunya mu’tabar (telah dikenal oleh para penuntut ilmu).
Keistimewaan e book ini

Dalam setiap ayat sudah disertakan syakal (harakat) dengan sempurna dan urutan/peletakan ayat sesuai sebagaimana dalam mush-haf (madinah).
Disebutkannya penamaan lain (penamaan khusus) surah Al Qur’an, sebab penamaan surah tersebut, Asbabun nuzul (sebab turunnya surah tersebut.
Terdapat sembilan kitab tafsir yang telah dikenal dan diletakkan per halaman sebagaimana kitab cetakan. Kitab tafsir yang terdapat dalam e book ini yaitu : Tafsir Ibnu Katsir, Tafsir Al Qurthubi, Tafsir Ath Thabari, Tafsir Al Jalalain, Tafsir Ad Durarul Mantsur, Tafsir Fathul Qadir, Tafsir Al Baghawi, Tafsir As Sa’di, dan Tafsir Adh-wa’ul Bayan.
Terdapat terjemah (transliterasi) ayat dalam dua bahasa yaitu Bahasa Inggris dan Bahasa Perancis (Afwan.. Bahasa Indonesia tidak ada, hehe..)
Disertai Audio Tilawah bersama Al Qari’ : Ahmad Al ‘Ajmi, ‘Ali Al Hudzaifi. (didownload terpisah dari file ini)
Adanya tempat/halaman khusus untuk pencarian dengan dua cara; pencarian nash Al Qur’an (per ayat), dan pencarian per surat.
Cara Download (Harap dibaca dan diperhatikan)

Semua file (11 file) HARUS didownload tanpa kecuali, karena jika kurang salah satu saja, maka tidak akan bisa dibuka filenya.
Setelah didownload semua file tersebut (11 file), simpan dalam satu folder yang sama.
Kemudian klik salah satu file atau blok semua file dan ekstrak dengan cara klik kanan mouse ke folder yang Anda mau.
Jika berhasil, akan dihasilkan satu file utama dengan ukuran sekitar 70 MB, dengan format .chm, Ajiib.
Kenapa di split/dipisah menjadi beberapa file ?

Tidak lain hanyalah untuk memudahkan dalam mendownload, karena asalnya file ini ukurannya adalah 70 Mb, dan tidak setiap komputer mampu mendownload ukuran sebesar itu, maka kami beri kemudahan saja dalam mendownload (agar lebih ringan dalam proses download). Mohon maaf jika kurang berkenan. Semoga bisa bermanfaat bagi kita semua.

Download Tafsir

  1. Al Qur’an dengan 9 Tafsir part_01 | 6.96 Mb
  2. Al Qur’an dengan 9 Tafsir part_02 | 6.96 Mb
  3. Al Qur’an dengan 9 Tafsir part_03 | 6.96 Mb
  4. Al Qur’an dengan 9 Tafsir part_04 | 6.96 Mb
  5. Al Qur’an dengan 9 Tafsir part_05 | 6.96 Mb
  6. Al Qur’an dengan 9 Tafsir part_06 | 6.96 Mb
  7. Al Qur’an dengan 9 Tafsir part_07 | 6.96 Mb
  8. Al Qur’an dengan 9 Tafsir part_08 | 6.96 Mb
  9. Al Qur’an dengan 9 Tafsir part_09 | 6.96 Mb
  10. Al Qur’an dengan 9 Tafsir part_10 | 6.96 Mb
  11. Al Qur’an dengan 9 Tafsir part_11 | 1.42 Mb

Download Ebook Islam Gratis

| komentar

Wanita Yang Mendapat Pujian Dan Wanita Yang Dilakanat Allah

| komentar



Wanita Yang Beriman

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

“Seutama-utama wanita ahli surga adalah Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad, Maryam binti Imran dan Asiyah binti Muzahim.” (HR. Ahmad)







1. Khadijah binti Khuwailid

Sejarah telah mencatat beberapa nama wanita terpandang yang di antara mereka ada yang dimuliakan Allah dengan surga, dan di antara mereka ada pula yang dihinakan Allah dengan neraka. Karena keterbatasan tempat, tidak semua figur bisa dihadirkan saat ini, namun mudah-mudahan apa yang sedikit ini bisa menjadi ibrah (pelajaran) bagi kita.
Dia tumbuh dalam lingkungan keluarga yang terhormat sehingga mendapat tempaan akhlak yang mulia, sifat yang tegas, penalaran yang tinggi, dan mampu menghindari hal-hal yang tidak terpuji sehingga kaumnya pada masa jahiliyah menyebutnya dengan ath thahirah (wanita yang suci).

Dia merupakan orang pertama yang menyambut seruan iman yang dibawa Muhammad tanpa banyak membantah dan berdebat, bahkan ia tetap membenarkan, menghibur, dan membela Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam di saat semua orang mendustakan dan mengucilkan beliau. Khadijah telah mengorbankan seluruh hidupnya, jiwa dan hartanya untuk kepentingan dakwah di jalan Allah. Ia rela melepaskan kedudukannya yang terhormat di kalangan bangsanya dan ikut merasakan embargo yang dikenakan pada keluarganya.

Pribadinya yang tenang membuatnya tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan mengikuti kebanyakan pendapat penduduk negerinya yang menganggap Muhammad sebagai orang yang telah merusak tatanan dan tradisi luhur bangsanya. Karena keteguhan hati dan keistiqomahannya dalam beriman inilah Allah berkenan menitip salamNya lewat Jibril untuk Khadijah dan menyiapkan sebuah rumah baginya di surga.

Tersebut dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah, ia berkata:

Jibril datang kepada Nabi kemudian berkata: Wahai Rasulullah, ini Khadijah datang membawa bejana berisi lauk pauk, makanan dan minuman. Maka jika ia telah tiba, sampaikan salam untuknya dari Rabbnya dan dari aku, dan sampaikan kabar gembira untuknya dengan sebuah rumah dari mutiara di surga, tidak ada keributan di dalamnya dan tidak pula ada kepayahan.” (HR. Al-Bukhari).

Besarnya keimanan Khadijah pada risalah nubuwah, dan kemuliaan akhlaknya sangat membekas di hati Rasulullah sehingga beliau selalu menyebut-nyebut kebaikannya walaupun Khadijah telah wafat. Diriwayatkan dari Aisyah, beliau berkata: “Rasulullah hampir tidak pernah keluar dari rumah sehingga beliau menyebut-nyebut kebaikan tentang Khadijah dan memuji-mujinya setiap hari sehingga aku menjadi cemburu maka aku berkata: Bukankah ia seorang wanita tua yang Allah telah meng-gantikannya dengan yang lebih baik untuk engkau? Maka beliau marah sampai berkerut dahinya kemudian bersabda: Tidak! Demi Allah, Allah tidak memberiku ganti yang lebih baik darinya. Sungguh ia telah beriman di saat manusia mendustakanku, dan menolongku dengan harta di saat manusia menjauhiku, dan dengannya Allah mengaruniakan anak padaku dan tidak dengan wanita (istri) yang lain. Aisyah berkata: Maka aku berjanji untuk tidak menjelek-jelekkannya selama-lamanya.”

2. Fatimah

Dia adalah belahan jiwa Rasulullah, putri wanita terpandang dan mantap agamanya, istri dari laki-laki ahli surga yaitu Ali bin Abi Thalib.

Dalam shahih Muslim menurut syarah An Nawawi Nabi bersabda: “Fathimah merupakan belahan diriku. Siapa yang menyakitinya, berarti menyakitiku.”

Dia rela hidup dalam kefakiran untuk mengecap manisnya iman bersama ayah dan suami tercinta. Dia korbankan segala apa yang dia miliki demi membantu menegakkan agama suami.

Fathimah adalah wanita yang penyabar, taat beragama, baik perangainya, cepat puas dan suka bersyukur.

3. Maryam binti Imran

Beliau merupakan figur wanita yang menjaga kehormatan dirinya dan taat beribadah kepada Rabbnya. Beliau rela mengorbankan masa remajanya untuk bermunajat mendekatkan diri pada Allah, sehingga Dia memberinya hadiah istimewa berupa kelahiran seorang Nabi dari rahimnya tanpa bapak.

4. Asiyah binti Muzahim

Beliau adalah istri dari seorang penguasa yang lalim yaitu Fir’aun laknatullah ‘alaih. Akibat dari keimanan Asiyah kepada kerasulan Musa, ia harus rela menerima siksaan pedih dari suaminya. Betapapun besar kecintaan dan kepatuhannya pada suami ternyata di hatinya masih tersedia tempat tertinggi yang ia isi dengan cinta pada Allah dan RasulNya. Surga menjadi tujuan akhirnya sehingga kesulitan dan kepedihan yang ia rasakan di dunia sebagai akibat meninggalkan kemewahan hidup, budaya dan tradisi leluhur yang menyelisihi syariat Allah ia telan begitu saja bak pil kina demi kesenangan abadi. Akhirnya Asiyah meninggal dalam keadaan tersenyum dalam siksaan pengikut Fir’aun.

Dari Abu Hurairah, Nabi Shallallahu alaihi wasalam berkata:

“Fir’aun memukulkan kedua tangan dan kakinya (Asiyah) dalam keadaan terikat. Maka ketika mereka (Fir’aun dan pengikutnya) meninggalkan Asiyah, malaikat menaunginya lalu ia berkata: Ya Rabb bangunkan sebuah rumah bagiku di sisimu dalam surga. Maka Allah perlihatkan rumah yang telah disediakan untuknya di surga sebelum meninggal.”

Wanita yang durhaka

1. Istri Nabi Nuh

2. Istri Nabi Luth
Mereka merupakan figur dua orang istri dari para kekasih Allah yang tidak sempat merasakan manisnya iman. Hatinya lebih condong kepada apa yang diikuti oleh orang banyak daripada kebenaran yang dibawa oleh suaminya. Mereka justru membela kepentingan kaumnya karena tidak ingin dimusuhi dan dibenci oleh orang-orang yang selama ini mencintai dan menghormati dirinya. Maka kesenangan sesaat ini Allah gantikan dengan kebinasaan yang didapat bersama kaumnya. Istri Nabi Nuh ikut tenggelam oleh banjir besar bersama kaumnya yang menyekutukan Allah dengan menyembah patung-patung orang shalih, sedangkan istri Nabi Luth ditelan bumi karena adzab Allah atas kaumnya yang melakukan liwath (homoseksual).

Semua cerita ini telah Allah rangkum dalam sebuah firmanNya yang indah dalam surat At-Tahrim ayat 10-12, yang artinya: “Allah membuat istri Nuh dan istri Luth perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang shalih di antara hamba-hamba Kami, lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya, maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikitpun dari (siksa) Allah: dan dikatakan (kepada keduanya) : Masuklah ke neraka bersama orang-orang yang masuk (neraka). Dan Allah membuat istri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: Ya Tuhanku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisimu dalam Surga. Dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang dhalim. Dan Maryam puteri Imran yang memelihara kehor-matannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami, dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan kitab-kitabnya dan adalah dia termasuk orang-orang yang taat.”

Semoga kisah para wanita ini bisa menjadi pelajaran bagi para wanita zaman ini untuk berkaca diri, kira-kira saya termasuk golongan yang mana? Apakah golongan yang dicintai Allah atau yang dimurkaiNya?

Bagi wanita yang belum berumah tangga, saat ini merupakan kesempatan besar baginya untuk memperbanyak amalan shalih dan mendekatkan diri pada Allah, bukannya justru menghabiskan masa mudanya dengan hura-hura dan kegiatan lain yang tidak bermanfaat. Dan bagi mereka yang sudah berumah tangga, selain menjaga keistiqomahannya dalam berIslam dia juga diberi beban tambahan oleh Allah untuk membantu suami menjalankan agamanya. Istri yang demikian meru-pakan harta yang paling berharga.

Dari kisah mereka, kita juga bisa mengambil pelajaran bahwa dalam keadaan bagaimanapun, hendaknya ketundukan kepada syariat Allah dan RasulNya harus tetap di atas segala-galanya. Asalkan berada di atas kebenaran, kita tidak perlu takut dibenci oleh masyrakat, sahabat, maupun orang yang paling istimewa di hati kita. Justru kewajiban kita adalah menunjukkan yang benar kepada mereka. Dengan begitu kita akan mendapatkan cinta sejati .. cinta Allah Rabbul ‘alamin.

Mudah-mudahan kita selalu diberi keistiqomahan untuk menapaki dan mengamalkan syariat yang haq (benar) walaupun kita seorang diri. Amin.
 
Support : Kang Dam | Kembang Pring | Iramadam
Copyright © 2013. Kang Dam Ngeblog